Mengenal Teknik Propaganda

Mengenal Teknik Propaganda

"Waspadalah. Ada yang lebih dahsyat dari Bom Bali, yakni Bom Waktu 'Devide Et Impera', Politik Adu Domba Asing, yang ternyata masih membelenggu kita. Karena disaat kita cakar-cakaran, mereka pasti akan tertawa dan bertepuk tangan dengan penuh kemenangan"
Sebagian dari kita mungkin sering mendengar kata propaganda, entah di media massa atau di percakapan sehari-hari. Namun, banyak yang belum tahu apakah definisi dari propaganda itu sendiri. Propaganda merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Propaganda sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu Propagare yang artinya menyebar, berkembang, mekar. Menurut ahli komunikasi Harold Laswell, propaganda adalah teknik untuk mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanipulasikan representasinya. Laswell berpendapat bahwa propaganda adalah kontrol opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti, atau menyampaikan pendapat yang kongkrit dan akurat melalui sebuah cerita, rumor dan bentuk-bentuk lain dalam komunikasi sosial.

Oke, cukup penjelasan njelimet ala akademisinya. Secara sederhana, propaganda bisa diartikan sebagai usaha untuk mempengaruhi pendapat, ideologi atau perilaku masyarakat. Tujuan dari propaganda adalah mengubah perilaku masyarakat atau orang lain sehingga bertindak dan berpikir sesuai dengan keinginan si propagandis (orang yang melakukan propaganda). Sebenarnya, propaganda tak melulu berkonotasi negatif. Propaganda juga bisa dilakukan untuk mencapai tujuan positif. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak sadar kita sering dipropaganda, entah melalui individu secara langsung atau lewat media massa.

Untuk mencapai sasaran dan tujuannya, propaganda seperti halnya komunikasi, sangat membutuhkan teknik. Teknik propaganda yang tepat akan menghasilkan capaian optimal seperti yang diharapkan propagandis. Kali ini saya akan mengajak anda-anda sekalian untuk mengenal beberapa macam teknik propaganda dan contoh penggunaannya di kehidupan sehari-hari.

Name Calling

Pengguna twitter mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah twitwar. Adu argumentasi dan pemikiran melalui twitter ini kadangkala berakhir dengan kesimpulan bahwa lawan twitwarnya adalah antek Zionis, Yahudi, PKI, JIL, Kafir dan lain sebagainya. Di Indonesia, Zionis atau PKI disimbolkan sebagai hal yang sangat buruk dan tercela. Inilah yang disebut sebagai Name Calling. Name calling adalah teknik propaganda dengan memberikan label buruk kepada seseorang/lembaga/gagasan agar orang lain menolak atau membencinya tanpa memeriksa atau mencari bukti-bukti terlebih dahulu. Pemberian label buruk ini bertujuan untuk menjatuhkan atau menurunkan derajat seseorang atau kelompok tertentu. Contoh lain misalnya saat Joko Widodo resmi menjadi presiden Indonesia. Jokowi disebut lawan politiknya sebagai “Presiden Boneka” yang dikendalikan oleh Megawati dan antek asing. Name calling sangat sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Tak jarang ada perkataan seperti “jangan follow dia, dia kan PKI,” atau “jangan temenan sama dia, dia kan wota,”.

Glittering Generalities

Pernah mendengar jingle iklan sosis So Nice? J-M-S, Juara Makan SoNice. Iklan yang dibintangi oleh beberapa atlet peraih medali olimpiade ini menggunkan teknik propaganda yang disebut glittering generalities. Glittering generalities adalah teknik propaganda dengan mengasosiasikan sesuatu menggunakan kata-kata bermakna positif. Teknik ini adalah kebalikan dari teknik name calling. Glittering generalities digunakan untuk mempengaruhi persepsi masyarakat agar mereka ikut serta mendukung gagasan propagandis. Dalam contoh iklan sosis So Nice, para atlet berprestasi digambarkan memakan sosis So Nice sebagai asupan penambah tenaga untuk menjadi juara. Propagandis iklan sosis So Nice ingin mempengaruhi pendapat masyarakat bahwa kalau ingin menjadi juara (seperti bintang iklan) makanlah sosis So Nice.

Transfer

Transfer adalah teknik propaganda dengan membawa dukungan dari sesuatu yang disanjung dan dihargai oleh banyak orang agar sesuatu yang dipropagandakan lebih dapat diterima. Teknik ini bisa digunakan dengan memakai pengaruh seseorang atau tokoh yang dikagumi dalam lingkungan tertentu. Contoh sederhana, ketika sedang orasi atau pidato, Megawati sering menyebut-nyebut nama ayahnya yang merupakan Presiden pertama Indonesia yaitu Bung Karno. Kebesaran nama Bung Karno yang sampai saat ini masih sangat dihormati masyarakat digunakan Megawati untuk menyampaikan gagasan-gagasannya. Contoh lainnya bisa kita temui ketika masa kampanye calon anggota legislatif lalu. Sering kita melihat alat peraga kampanye berupa baliho atau spanduk dari caleg Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terdapat gambar atau foto dari alm. K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Testimonial

Testimonial berisi kesaksian seseorang yang dihormati atau yang dibenci untuk mengatakan sesuatu itu baik atau buruk. Penggunaan teknik ini bisa kita lihat dari iklan atau program yang ada di media massa. Misalnya saat Anies Baswedan dan Quraish Shihab memberikan dukungan mereka kepada (waktu itu) calon Presiden Indonesia, Joko Widodo. Dukungan yang disertai alasan dan argumen pribadi dari 2 tokoh yang dihormati tersebut sedikit banyak mempengaruhi calon pemilih untuk memantapkan pilihannya ke Jokowi. Contoh lain bisa dilihat dari penayangan iklan kartu AS dengan Sule sebagai bintang iklan. Di iklan tersebut Sule menyindir provider lain dengan kata-kata (kalau tidak salah) “kapok dibohongin anak kecil”, merujuk iklan XL dengan bintang iklan Baim kecil (sebelumnya Sule menjadi bintang iklan XL bersama Baim, sebelum direkrut Telkomsel). Di bidang periklanan banyak sekali contoh dari teknik testimonial. Seperti iklan penyedap rasa dengan bintang iklan koki terkenal, iklan peralatan olahraga dengan bintang iklan dari atlet terkenal atau selebtwit dan selebtwat yang menjadi buzzer di twitter.

Plain Folk

Plain Folk adalah propaganda dengan menggunakan cara memberi identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini menggambarkan bahwa si propagandis adalah milik komunikan. Propagandis berusaha untuk mendekatkan diri dengan nilai dan kebudayaan dari sasaran propaganda. Masih ingat pidato Presiden Amerika Barrack Obama saat berkunjung ke Indonesia beberapa tahun yang lalu? Obama yang waktu kecil pernah tinggal di Indonesia ini berpidato dengan menyelipkan kata-kata dari bahasa Indonesia seperti “Pulang kampong, nih”, “Bakso”, “Nasi Goreng”, “Enak ya”. Dengan melakukan hal tersebut, Obama membuat masyarakat Indonesia seperti mempunyai rasa memiliki terhadap Presiden kulit hitam pertama Amerika tersebut. Obama mampu merebut simpati audiens sehingga pidato yang dia berikan bisa diterima dan dikenang dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Teknik ini kerap digunakan para caleg dalam kampanyenya di daerah.

Card Staking

Secara sederhana, Card Staking adalah teknik propaganda dengan menonjolkan satu sisi saja, entah baik atau buruk, sehingga publik hanya melihat satu sisi saja. Card staking meliputi seleksi dan penggunaan fakta atau kebohongan untuk memberikan kemungkinan terburuk atau terbaik dari suatu gagasan. Contoh paling gamblang ketika munculnya tabloid Obor Rakyat pada masa pilpres. Tabloid yang muncul di pesantren-pesantren itu berisi black campaign terhadap Joko Widodo. Tabloid itu hanya menonjolkan sisi negatif dari profil Joko Widodo dengan menyeleksi fakta-fakta yang ada, sehingga hanya hal-hal buruk saja yang terlihat. Contoh lain bisa kita lihat pada film G30S PKI buatan Soeharto. Di film tersebut, Soeharto digambarkan sebagai pahlawan dan penyelamat dalam peristiwa berdarah itu. Hanya hal-hal positif saja dari Soeharto yang diperlihatkan dalam film tersebut. Sebaliknya, PKI digambarkan dengan sangat buruk pada film dengan budget termahal di masanya itu.

Bandwagon

Teknik propaganda ini digunakan untuk meyakinkan orang bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana orang tersebut masuk dalam kelompok tersebut) telah menerima suatu ide atau gagasan. Teknik ini menempatkan sasaran sebagai minoritas. Tak jarang kita menemui kata-kata seperti “teman-temanmu yang sudah pasti pilih A, masa kamu aja yang pilih B?” atau “semua orang sudah pakai C”. Dengan menempatkan sasaran propaganda sebagai minoritas, propagandis secara tidak langsung melakukan intimidasi secara mental. Sehingga, jika sasaran menolak ide atau gagasan dari propagandis, sasaran akan terancam dikucilkan dari suatu kelompok. Contoh, di jaman orde baru, semua PNS diwajibkan memilih Golkar dalam Pemilu. Jika ketahuan tidak memilih Golkar, maka akan dikenai sanksi.

Itu tadi beberapa teknik propaganda yang bisa atau biasa kita temui di kehidupan sehari-hari. Ingat, propaganda tak melulu berkonotasi negatif. Kita bisa mempraktekkan teknik-teknik di atas untuk memberikan ide atau gagasan kepada orang terdekat kita, dengan tujuan positif tentunya. Teknik yang baik akan memberikan hasil yang baik pula. Dan tetap waspada dengan propaganda-propaganda buruk di sekitar kita. Selalu ingat kata Ari Lasso, "Agitasi murahan yang ada lagi, mohon acuhkan palingkan muka."

Contoh Propaganda Negatif :

"Ngakak sampe Akhirat Hihihi..."

Posting: 1 Agustus 2015 (Pukul 11.10 WIB)
Akun Facebook: Benz Syafei.




Asal-usul Dokumentasi :

"Jokowi Jadi Imam Salat Jamaah Jelang Kampanye di Subang."

Posting: 17 juni 2014 (Pukul 17:53 WIB)
Fotografer: Imam Sukamto (Tempo).



Penjelasan lain mengenai 'Propaganda' dapat Anda simak disini :


"Bijaksana saat online, berpikir sebelum posting." - IndonesianHoaxes.




Referensi : 
  • gunemanyuk.wordpress.com
  • -
  • Dari berbagai sumber

Posting Komentar

1 Komentar

Berkomentarlah dengan sopan dan santun