Siapa ‘God Father’ Dibalik Pembakaran Hutan dan Lahan?

Organized Crimes_header
“Ada sekitar 20 aktor mafia yang terlibat di lapangan dan mendapat keuntungan ekonomi dari pembakaran hutan dan lahan. Sebagian besar dari mereka adalah jaringan kepentingan dan aktor dalam Kejahatan Terorganisir yang mendapat keuntungan ekonomi, inilah yang menyulitkan langkah penegakan hukum.”
Aksi pemerintah memenjarakan atau menuntut individu serta perusahaan yang diduga membakar lahan tak akan cukup untuk mencegah kabut asap berulang. Fakta dan kesimpulan ini terungkap dalam penelitian tentang ‘Ekonomi Politik Kebakaran Hutan dan Lahan‘ dari peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry Purnomo. Menurutnya:
kebakaran_hutan di indonesia 1997
Kebakaran Hutan Indonesia 1997 (1997 Indonesian forest fires / 1997 Southeast Asian haze). (wikimedia)
“Kerumitan di lapangan terjadi karena para pelaku pembakar hutan, baik masyarakat maupun kelas-kelas menengah dan perusahaan selalu berhubungan dengan orang-orang kuat, baik di tingkat kabupaten, nasional, bahkan sampai tingkat ASEAN.”
“Tidak mudah bagi Bupati yang akan menuntut (pembakar hutan), bisa jadi yang punya (kebun) kelapa sawit, membakar hutan, berhubungan dengan partai tertentu yang kuat di daerah, sehingga Bupati atau Gubernur tidak gampang juga (bertindak), harus melihat konstelasi politik.”
“Aktor-aktor tersebut, bekerja seperti bentuk “kejahatan terorganisir” (organize crimes).”
Disebut Kejahatan Terorganisir karena ada kelompok-kelompok yang menjalankan tugas berbeda, seperti mengklaim lahan, mengorganisir petani yang melakukan penebasan atau penebangan atau pembakaran, sampai tim pemasaran dan melibatkan aparat desa.
Namun tak hanya di tingkat pusat, pemilik lahan bisa saja kerabat penduduk desa, staf perusahaan, pegawai di kabupaten, pengusaha, atau investor skala menengah dari Jakarta, Bogor, atau Surabaya.
Pie-Chart Bagi Keuntungan Dari Hasil Pembakaran Hutan
Masing-masing kelompok yang melakukan aktivitas pembukaan lahan akan mendapat persentase pemasukan sendiri, namun rata-rata, pengurus kelompok tani mendapat porsi pemasukan terbesar, antara 51%-57%,.
Sementara kelompok petani yang menebas, menebang, dan membakar mendapat porsi pemasukan antara 2%-14%.
Dalam penelitiannya, Herry menemukan bahwa harga lahan yang sudah dibersihkan dengan tebas dan tebang ditawarkan dengan harga Rp.8,6 juta per hektar.
Namun, lahan dalam kondisi ‘siap tanam’ atau sudah dibakar malah akan meningkat harganya, yaitu Rp11,2 juta per hektar.
Lalu tiga tahun kemudian, setelah lahan yang sudah ditanami siap panen, maka perkebunan yang sudah jadi itu bisa dijual dengan harga Rp40 juta per hektar.
“Kenaikan nilai ekonomi dari lahan inilah yang membuat aktor-aktor yang diuntungkan berupaya agar kebakaran hutan dan lahan terjadi terus-menerus.”
kebakaran_hutan indonesia _2013_Southeast_Asian_haze
Kebakaran hutan Indonesia tahun 2013 (2013 Southeast Asian haze). (wikimedia)
Selain itu, dalam pola jual beli lahan, penyiapan lahan menjadi tanggung jawab pembeli, jika akan dibakar atau dibersihkan secara mekanis. Semakin murah biaya pembersihan, untung pembeli akan semakin besar.
Menurut Herry, sebagai perbandingannya, per hektar lahan yang dibakar biayanya $10-20, sementara untuk lahan yang dibersihkan secara mekanis membutuhkan $200 per hektar.
Penelitian Herry dilakukan di 11 lokasi di empat kabupaten di Riau, yaitu Rokan Hulu, Rokan Hilir, Dumai, dan Bengkalis menggunakan metode pemetaan, survei, dan pendekatan kebijakan. Di Riau, ada 60 perkebunan kelapa sawit dan 26 hutan tanaman industri.
Patron Politik
Perusahaan atau individu daerah yang menjadi pemilik perkebunan kelapa sawit di daerah bisa menemukan patron-patron politik di tingkat lokal. Herry mencontohkan:
“Misalkan ada perusahaan-perusahaan skala kecil yang punya patron partai politik sangat kuat di kabupaten itu yang berpengaruh ke proses-proses pengambilan keputusan dan penegakan hukum di daerah tersebut. Bisa jadi mereka pendukung kuat dari pertai itu. Pemain di tingkat menengah atau ‘cukong’, bisa siapa saja”.
“Dari oknum pegawai pemerintah, polisi, tentara, peneliti, bisa terlibat, bisa punya sawit sampai ratusan hektar dan dalam proses pengembangan sawitnya bisa (melakukan) pembakaran untuk menyambut musim hujan berikutnya”.
Aktor-aktor inilah yang tak terbaca atau tertangkap dalam pola penegakan hukum yang terjadi sekarang untuk menangani kabut asap. Untuk menemukannya, maka penting untuk menelusuri ke mana produk kelapa sawit dari perkebunan-perkebunan tersebut disalurkan.
anonymous politik adalah kepentingan
Bakar Lahan Terjadi Selama Ratusan Tahun
Terhadap temuan ini, juru bicara Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, mengatakan, ada 2.500 perusahaan kelapa sawit kelas kecil dan menengah, dan total hanya ada 635 perusahaan yang menjadi anggota GAPKI.
“Yang jadi anggota kita, saya yakin tidak ada (yang membakar lahan), karena kita kontrol sampai bawah. Di luar anggota GAPKI, kami tak punya instrumen atau kepentingan, tapi kita mengimbau, mendukung apa yang disampaikan oleh gubernur Kalsel misalnya agar mereka (perusahaan kelapa sawit kecil dan menengah) untuk jadi anggota GAPKI agar kontrolnya lebih gampang,” ujarnya.
Namun, Tofan mengakui bahwa mereka belum memiliki metode yang ketat dalam melakukan pengawasan sampai ke bawah. “Tapi GAPKI punya standar, punya requirement, memenuhi aturan yang sesuai dengan regulasi di pusat, lokal, dan daerah,” katanya.
Presiden-Jokowi-ketika-meninjau-lokasi-kebakaran-lahan-di-Kalimantan-Rabu-23-Sep-2015-Foto-Antara
Presiden Jokowi ketika meninjau langsung ke lokasi kebakaran lahan di Kalimantan (Rabu-23-Sep-2015). (Foto:Antara)
Selain itu, Kepolisian Daerah Riau sudah menetapkan PT Langgam Inti Hibrida yang juga anggota GAPKI sebagai tersangka pembakaran hutan pada tahun 2015.
Edi Saputra, petani di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan mengatakan bahwa praktik pembakaran lahan memang sudah berlangsung di komunitasnya selama ratusan tahun. Namun praktik itu tak setiap tahun dilakukan, biasanya hanya 5-10 tahun sekali bertepatan dengan masa tanam.
“Kita sudah ratusan tahun membakar, tapi kenapa kita ribut sekarang soal asap, artinya, kenapa itu muncul jadi kebakaran yang dahsyat? Karena semua konsesi itu diberikan kepada korporasi, sehingga lahan jadi mudah terbakar,” Edi Saputra menerangkan.
“Lahan korporasi itu ‘kan kering sekali, nggak bisa ditanami padi. Sekarang dibanding dulu, jauh memang, asal tergores saja, ada bintik-bintik api, langsung terbakar lahan itu,” kata Edi Saputra menambahkan.
Membakar Hutan Nyaris Terjadi Tiap Tahun di Indonesia
Pembakaran hutan di Indonesia nyaris setiap tahun dilakukan. Dalam beberapa tahun terakhir telah tercatat ada kebakaran hutan yang disengaja pada tahun:
  1. Kebakaran Hutan Indonesia 1997 (1997 Indonesian forest fires / 1997 Southeast Asian haze)
  2. Kebakaran Hutan Indonesia 2006 (2006 Southeast Asian haze)
  3. Kebakaran Hutan Indonesia 2009 (2009 Southeast Asian haze)
  4. Kebakaran Hutan Indonesia 2013 (2013 Southeast Asian haze)
  5. Kebakaran Hutan Indonesia 2015 (2015 Southeast Asian haze)
Kebakaran Hutan Indonesia 2015 (2015 Southeast Asian haze) 3 October 2015. (wikimedia)
Kebakaran Hutan Indonesia 2015 (2015 Southeast Asian haze) 3 October 2015. (wikimedia)
Status Bencana Nasional Tak Menjamin Kebakaran Hutan Cepat Ditanggulangi
Pemerintah didesak menaikkan status kebakaran hutan dan asap menjadi bencana nasional. Sebab, dua bencana itu sudah sangat merugikan masyarakat.
Namun, Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Williem Rampangilei mengatakan, naiknya status kebakaran hutan dan asap menjadi bencana nasional tidak serta merta menjamin proses penanggulangan akan cepat diatasi.
‎Williem mengungkapkan, sumber daya nasional sudah dikerahkan pemerintah seperi TNI dengan helikopter dan membuat hujan buatan untuk menanggulangi kebakaran hutan dan asap tahun ini. Meskipun, statusnya tidak ditetapkan sebagai bencana nasional.‎
Tak hanya itu, kata Williem, penaikkan status menjadi bencana nasional harus memenuhi beberapa unsur seperti yang diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Salah satunya, indikator jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.‎
Namun IndoCropCirles melihat suatu tujuan, bahwa ada rencana licik dibalik pendesakan oleh para pengusaha, baik itu pengusaha swasta hingga para pengusaha politikus yang berkedok wakil rakyat, agar kebakaran hutan menjadi bencana nasional. Apa itu?
Karena dengan ditetapkannya kebakaran hutan menjadi bencana nasional, maka para perusahaan-perusahaan dan seluruh mafia beserta organisasi kriminalnya, akan lepas dari jeratan hukum! (sumber: BBC / wikipedia / wikimedia / berbagai sumber / editor: IndoCropCirles)
pemasukan kebakaran hutan

Posting Komentar

0 Komentar