Untuk hari ini sampai tanggal 29 november hari minggu INDTRUTH akan
membahas tentang Sains , Astronomi dan Metafisika untuk membuat
pengetahuan kalian semua lebih berguna di sekolah, karena 40% pengunjung
website ini dilihat dari usia nya mereka masih menjalani sekolah, tanpa
basa basi lagi ayo kita galih lebih dalam tentang konspirasi nya !
Peringatan : Butuh Pemahaman Ekstra
Belakangan ini alam semesta dirampas oleh medan energi tak tampak, yang menyebabkan perluasannya mencepat ke luar.
Apakah berakhir sampai di situ? Apakah kosmos sudah dipahami selain
detil-detil kecil? Beberapa tahun silam rasanya demikian. Setelah seabad
perdebatan sengit, para ilmuwan telah mencapai konsensus luas mengenai
sejarah pokok alam semesta. Semua berawal dengan gas dan radiasi
bertemperatur dan berdensitas luar biasa tinggi. Selama 15 miliar tahun,
ia mengembang dan mendingin. Galaksi-galaksi dan struktur kompleks lain
telah tumbuh dari benih mikroskopis—fluktuasi quantum—yang teregang
hingga berukuran kosmos dalam periode singkat “inflasi”. Kita juga sudah
tahu bahwa hanya sedikit materi yang tersusun dari unsur kimia normal
dalam kehidupan harian kita. Mayoritas tersusun dari apa yang disebut dark matter,
partikel unsur eksotis yang tak berinteraksi dengan cahaya. Banyak
misteri masih tersisa, tapi setidaknya kita telah menyortir gambaran
besarnya.
Atau itu cuma dugaan kita. Ternyata kita telah meluputkan sebagian
besar cerita ini. Dalam lima tahun belakangan atau lebih, observasi
telah meyakinkan para kosmolog bahwa gabungan unsur kimia dan dark matter berjumlah kurang dari setengah kandungan alam semesta. Bagian terbesarnya adalah dark energy
yang tersebar di mana-mana dengan fitur aneh dan luar biasa:
gravitasinya tidak menarik. Melainkan menolak. Sementara gravitasi
[normal] menarik unsur kimia dan dark matter ke bintang dan galaksi, gravitasi yang ini mendorong dark energy
ke uap atmosfer tipis yang merembesi ruang. Alam semesta merupakan
medan tempur antara kedua kecenderungan ini, dan gravitasi tolak yang
menang. Ia perlahan-lahan membenamkan gaya tarik materi
biasa—menyebabkan alam semesta berakselerasi hingga laju perluasan yang
lebih tinggi lagi, barangkali membawa pada fase inflasi baru yang tak
terkendali dan masa depan alam semesta yang sama sekali berbeda dari
bayangan kebanyakan kosmolog satu dekade silam.
Dulu-dulu, kosmolog fokus hanya pada pembuktian eksistensi dark energy.
Setelah menemukan bukti meyakinkan, mereka kini mengalihkan perhatian
pada persoalan yang lebih dalam: dari mana energi ini berasal?
Kemungkinan paling dikenal adalah bahwa energi ini inheren atau tak
terpisahkan dari struktur ruang. Sekalipun sevolume ruang betul-betul
hampa—tanpa materi dan radiasi sedikitpun—ia akan tetap mengandung
energi ini. Energi semacam itu merupakan gagasan yang patut dimuliakan
yang berawal dari masa Albert Einstein dan upayanya pada 1917 untuk
mengkonstruksi model statis alam semesta. Seperti banyak ilmuwan
terkemuka selama berabad-abad, termasuk Isaac Newton, Einstein percaya
bahwa alam semesta tidak berubah, tak menyusut ataupun mengembang. Untuk
mendapatkan [tekanan] stagnasi dari teori relativitas umumnya, dia
harus memperkenalkan energi vakum, atau, dalam terminologinya, konstanta
kosmologis. Dia menyesuaikan harga konstanta ini agar tolakan
gravitasinya persis mengimbangi tarikan gravitasi materi.
Lalu, saat astronom membuktikan bahwa alam semesta sedang mengembang,
Einstein menyesali trik buatannya yang disetel halus itu, menyebutnya
sebagai blunder terbesar. Tapi barangkali penilaiannya terlalu gegabah.
Seandainya konstanta kosmologis memiliki harga agak lebih besar daripada
yang Einstein ajukan, tolakannya akan melampaui tarikan materi, dan
perluasan kosmik akan mencepat.
Tapi banyak kosmolog kini condong pada ide lain, dikenal sebagai quintessence.
Terjemahannya adalah “unsur kelima”, kiasan dari filsafat Yunani kuno,
yang menyatakan bahwa alam semesta terdiri dari tanah, udara, api, dan
air, plus zat sementara yang mencegah bulan dan planet-planet tidak
jatuh ke pusat bola angkasa (celestial sphere). Empat tahun
lalu, Robert R. Caldwell, Rahul Dave, dan salah satu dari kami
(Steinhardt), semuanya kala itu di Universitas Pennsylvania,
memperkenalkan kembali suku tersebut untuk mengacu pada medan quantum
dinamis yang, tak seperti medan listrik atau magnet, bergravitasi
menolak.
Dinamisme quintessence begitu mempesona para kosmolog. Tantangan terbesar bagi teori dark energy
manapun adalah menjelaskan simpulan besarannya—tidak boleh terlalu
besar sebab akan mengganggu pembentukan bintang dan galaksi di alam
semesta awal, tapi cukup memadai agar efeknya bisa terasa sekarang.
Energi vakum bersifat lembam sama sekali, mempertahankan densitas yang
sama sepanjang waktu. Konsekuensinya, untuk menjelaskan besaran dark energy
hari ini, harga konstanta kosmologis harus disetel halus saat alam
semesta terbentuk agar memiliki harga tepat—yang menjadikannya lebih
terdengar seperti faktor palsu/buatan. Sebaliknya, quintessence
berinteraksi dengan materi dan berevolusi seiring waktu, jadi ia
mungkin menyesuaikan diri secara alami untuk mencapai harga yang
teramati hari ini.
Resep Alam Semesta
Bahan utama alam semesta adalah dark energy, yang terdiri dari konstanta kosmologis atau medan quantum yang dikenal sebagai quintessence. Bahan lainnya adalah dark matter (tersusun dari partikel-partikel unsur yang eksotis), materi biasa (non-berkilau maupun tampak), dan sedikit radiasi.Dua Pertiga Realitas
Membedakan kedua opsi ini sangatlah penting untuk fisika. Fisikawan partikel bergantung pada akselerator high-energy
untuk menemukan bentuk-bentuk energi dan materi baru. Kini kosmos telah
mengungkap tipe energi yang tak disangka, yang tersebar terlalu tipis
dan berinteraksi terlalu lemah untuk diselidiki oleh akselerator.
Menetapkan apakah energi ini lembam atau dinamis mungkin amat krusial
untuk perumusan teori alam fundamental. Fisikawan partikel menemukan
bahwa mereka harus terus mencermati perkembangan di angkasa serta di
laboratorium akselerator.
Bukti pendukung dark energy telah bertambah sedikit demi
sedikit selama hampir satu dekade. Bukti pertama adalah sensus
menyeluruh terhadap semua materi di galaksi dan gugus galaksi
menggunakan beraneka teknik optis, sinar X, dan radio. Kesimpulan
tegasnya adalah massa total unsur-unsur kimia dan dark matter hanya menyusun sepertiga dari jumlah yang disangkakan oleh kebanyakan teoris—yang disebut densitas kritis.
Kebanyakan kosmolog menganggap ini sebagai tanda bahwa para teoris
keliru. Kalau demikian, kita hidup di alam semesta yang terus mengembang
di mana ruang melengkung secara hiperbola, seperti tanduk pada
terompet. Tapi penafsiran ini diredakan oleh pengukuran titik-titik
panas dan dingin pada radiasi gelombang mikro kosmik latar, yang
distribusinya menunjukkan bahwa ruang [berbentuk] flat dan bahwa
densitas total energi sama dengan densitas kritis. Dengan menggabungkan
kedua observasi, aritmetika sederhana menyatakan perlunya komponen
energi tambahan untuk mengisi dua pertiga densitas energi yang luput.
Apapun itu, komponen baru ini harus gelap, tidak menyerap ataupun
memancarkan cahaya, kalau tidak ia sudah terlihat sejak lama. Dalam hal
itu, ia menyerupai dark matter. Tapi komponen baru ini—disebut dark energy—berbeda dari dark matter
dalam satu hal penting: ia bergravitasi menolak. Kalau tidak, ia akan
tertarik ke galaksi dan gugus galaksi, di mana ia akan mempengaruhi
gerakan materi tampak. Selama ini tak terlihat pengaruh semacam itu.
Lebih jauh, tolakan gravitasi memecahkan “krisis umur” yang melanda
kosmologi pada 1990-an. Jika kita menerima pengukuran mutakhir laju
perluasan dan berasumsi bahwa perluasan telah dan sedang melambat, maka
umur alam semesta kurang dari 12 miliar tahun.
Tapi bukti mengindikasikan bahwa beberapa bintang di galaksi kita
berumur 15 miliar tahun. Dengan mendorong laju perluasan alam semesta
agar mencepat, tolakan [gravitasi] membuat simpulan umur kosmos sesuai
dengan umur benda-benda angkasa [lihat “Antigravitasi
Kosmologis”,tulisan Lawrence M. Krauss].
Cacat potensial dalam argumen ini dulu adalah bahwa tolakan gravitasi
semestinya menyebabkan perluasan mencepat, yang mana belum teramati.
Lalu, pada 1998, bukti terakhir muncul. Dua kelompok terpisah
menggunakan pengukuran supernova-supernova jauh untuk mendeteksi
perubahan laju perluasan. Kedua kelompok menyimpulkan bahwa alam semesta
sedang berakselerasi dan langkah [akselerasi]nya tepat sesuai prediksi
[lihat ‘Mensurvey Ruangwaktu dengan Supernova”, tulisan Craig J. Hogan,
Robert P. Kirshner, dan Nicholas B. Suntzeff].
Semua observasi ini menghasilkan tiga bilangan: densitas rata-rata materi (baik biasa maupun gelap), densitas rata-rata dark energy,
dan kelengkungan ruang. Persamaan Einstein mendikte bahwa [gabungan]
ketiga bilangan menghasilkan densitas kritis. Kombinasi potensial
bilangan-bilangan ini bisa digambarkan secara ringkas pada bidang
segitiga [lihat ilustrasi di bawah]. Tiga observasi
berlainan—sensus materi, radiasi gelombang mikro kosmik latar, dan
supernova—ekuivalen dengan pita-pita di dalam segitiga. Luar biasanya,
ketiga pita berpapasan di posisi yang sama, yang menjadi bukti pendukung
adanya dark energy.
Segitiga Kosmik
Dalam
grafik observasi kosmologis ini, sumbu-sumbu melambangkan kemungkinan
harga tiga karakteristik kunci alam semesta. Jika alam semesta berbentuk
flat, sebagaimana yang dinyatakan teori inflasi, beragam tipe observasi
(tiga arsir berwarna) dan garis kelengkungan nol (garis merah) semestinya saling berpapasan. Saat ini, data gelombang mikro latar menghasilkan keberpapasan yang sedikit lebih baik jika dark energy tersusun dari quintessence (garis putus-putus) ketimbang dari konstanta kosmologis (arsir hijau).Dari Implosi ke Eksplosi
Pengalaman harian kita adalah bersama materi biasa, yang bergravitasi menarik, sehingga sulit membayangkan bagaimana dark energy
bisa bergravitasi menolak. Fitur kuncinya adalah bahwa tekanannya
negatif. Dalam hukum gravitasi Newton, tekanan tidak memainkan peran;
kekuatan gravitasi tergantung pada massa saja. Namun dalam hukum
gravitasi Einstein, kekuatan gravitasi tergantung bukan cuma pada massa
tapi juga pada bentuk-bentuk energi lain dan pada tekanan. Dengan
begitu, tekanan memiliki dua efek: langsung (disebabkan oleh aksi
tekanan terhadap material sekitar) dan tak langsung (disebabkan oleh
gravitasi yang dihasilkan tekanan tersebut).
Kekuatan Pikiran Positif (dan Negatif)
Apakah
segumpal energi mengerahkan gaya gravitasi tarik atau tolak, itu
tergantung pada tekanannya. Jika tekanannya nol atau positif, seperti
pada radiasi atau materi biasa, gravitasi bersifat menarik. (Lesung ke
bawah melambangkan sumur energi potensial.) Radiasi memiliki tekanan
lebih besar, jadi gravitasinya lebih menarik. Adapun quintessence, tekanannya negatif dan gravitasinya menolak (lesung menjadi bukit).
Tanda gaya gravitasi ditentukan oleh kombinasi aljabar densitas total
energi plus tiga kali tekanan. Jika tekanannya positif, sebagaimana
pada radiasi, materi biasa, dan dark matter, maka kombinasinya
positif dan gravitasi [bersifat] menarik. Jika tekanannya cukup negatif,
kombinasinya negatif dan gravitasi menolak. Secara kuantitatif,
kosmolog mempertimbangkan rasio tekanan banding densitas energi, dikenal
sebagai persamaan status (equation of state), atau w. Untuk gas biasa, w-nya positif dan berbanding dengan temperatur. Tapi untuk sistem-sistem tertentu, w-nya bisa negatif. Jika ia jatuh ke bawah -1/3, gravitasi menjadi bersifat menolak.
Energi vakum memenuhi syarat ini (asalkan densitasnya positif). Ini
merupakan konsekuensi hukum kekekalan energi, yang menurutnya energi tak
dapat dimusnahkan. Secara matematis, hukum ini bisa dikatakan dengan
cara lain untuk menyatakan bahwa laju perubahan densitas energi sama
dengan w + 1. Untuk energi vakum—yang densitasnya, secara definisi, tak pernah berubah—jumlah ini pasti nol. Dengan kata lain, w pasti sama dengan -1. Jadi tekanannya pasti negatif.
Tekanan yang negatif, apa artinya? Sebagian besar gas panas memiliki
tekanan positif; energi kinetik atom dan radiasi mendorong
kontainer/wadah ke arah luar. Catat, efek langsung tekanan positif
(yakni mendorong) adalah kebalikan efek gravitasi (yakni menarik). Tapi
kita bisa membayangkan interaksi antara atom-atom yang mengatasi energi
kinetik dan menyebabkan gas berimplosi (meledak ke dalam). Gas implosif
memiliki tekanan negatif. Balon gas ini akan kolaps ke dalam sebab
tekanan di luar (nol atau positif) melampaui tekanan di dalam (negatif).
Herannya, efek langsung tekanan negatif, implosi, bisa menjadi
kebalikan efek gravitasinya, tolakan.
Efek gravitasi untuk balon amatlah kecil. Tapi sekarang bayangkan
mengisi seluruh ruang dengan gas implosif. Dengan demikian tak ada
permukaan batas dan tekanan eksternal. Gas masih memiliki tekanan
negatif tapi tak ada sesuatu [di sebelah luar] untuk didorong, sehingga
tidak mengerahkan efek langsung. Ia hanya punya efek gravitasi—yakni
tolakan. Tolakan meregangkan ruang, meningkatkan volumenya dan, pada
gilirannya, jumlah energi vakum. Kecenderungan untuk meregang, oleh
sebab itu, bersifat self-reinforcing (menguat dengan
sendirinya). Alam semesta mengembang dengan langkah mencepat.
Pertumbuhan energi vakum mengorbankan medan gravitasi.
Konsep-konsep ini mungkin terdengar ganjil, bahkan Einstein merasa
sulit mencernanya. Dia memandang alam semesta statis, motivasi awalnya
untuk [menemukan] energi vakum, sebagai kekeliruan sial yang harus
ditolak. Tapi konstanta kosmologis, begitu diperkenalkan, tidak mau
menghilang. Para teoris segara menyadari bahwa medan-medan quantum
mempunyai jumlah energi vakum terhingga, sebuah wujud fluktuasi quantum
yang menyulap pasangan-pasangan partikel virtual dari tiada. Estimasi
energi vakum total yang dihasilkan semua medan yang dikenal
memprediksikan jumlah yang besar—120 orde magnitudo lebih besar daripada
densitas energi pada semua materi lain. Dengan kata lain, meski sulit
digambarrkan, partikel-partikel virtual fana tersebut semestinya
menyumbang densitas energi positif dan konstan, yang mengimplikasikan
tekanan negatif. Tapi jika estimasi ini benar, akselerasi luar biasa
akan mengoyak-ngoyak atom, bintang, dan galaksi. Jelas, estimasi ini
keliru. Salah satu sasaran utama teori-teori gravitasi terpadu adalah
mencaritahu alasannya.
Satu proposal menyatakan bahwa suatu kesimetrian, yang sampai
sekarang belum ditemukan, dalam fisika fundamental mengakibatkan
penghapusan/penetralan efek-efek besar, menihilkan energi vakum. Contoh,
fluktuasi quantum pasangan-pasangan partikel virtual menyumbang energi
positif untuk partikel-partikel berpusingan setengah bulat (seperti
quark dan elektron) tapi [menyumbang] energi negatif untuk partikel
berpusingan bulat (seperti photon). Dalam teori-teori standar,
penghapusannya tidak sempurna, menyisakan densitas energi yang besar.
Tapi fisikawan telah menggali model-model bersupersimetri, relasi antara
dua tipe partikel yang bisa menghasilkan penghapusan sempurna. Tapi ada
cacat serius, yakni bahwa supersimetri akan valid hanya pada [level]
energi amat tinggi. Para teoris sedang mengerjakan cara mempertahankan
penghapusan sempurna pada [level] energi rendah.
Pemikiran lain adalah bahwa energi vakum tidak dihapus sempurna.
Barangkali ada mekanisme penghapusan yang sedikit tak sempurna. Bukannya
membuat konstanta kosmologis persis nol, mekanisme ini menghapuskan
hanya sampai 120 angka desimal. Kalau begitu energi vakum dapat mengisi
2/3 [bagian] alam semesta yang luput. Tapi rasanya ganjil. Mekanisme apa
yang bisa bekerja dengan presisi setinggi itu? Walaupun dark energy melambangkan massa yang banyak sekali, ia tersebar begitu tipis sehingga energinya kurang dari 4 eV/m3—yang,
bagi fisikawan partikel, luar biasa rendah. Gaya terlemah yang dikenal
di alam memiliki densitas energi 1.050 kali lebih besar [dari ini].
Jika memperhitungkan masa lampau, energi vakum lebih paradoks lagi. Hari ini materi dan dark energy memiliki densitas rata-rata yang sebanding. Tapi miliaran tahun lampau, ketika mereka mewujud, alam semesta kita seukuran grapefruit
(semacam jeruk besar—penj), sehingga materinya 100 orde magnitudo lebih
rapat. Namun konstanta kosmologis memiliki harga yang sama seperti
sekarang. Dengan kata lain, untuk setiap 10.100 materi bagian,
proses-proses fisikal telah menciptakan satu energi vakum bagian—derajat
ketepatan yang memang beralasan dalam idealisasi matematis tapi terasa
menggelikan untuk diharapkan dari dunia riil. Kebutuhan akan penyetelan
supernatural ini merupakan motivasi pokok untuk mempertimbangkan
alternatif-alternatif konstanta kosmologis. Lingkungan Kerja
Untungnya, energi vakum bukanlah satu-satunya cara untuk menghasilkan
tekanan negatif. Sarana lain adalah sumber energi yang, tak seperti
energi vakum, berubah-ubah di ruang dan waktu—alam segala kemungkinan
yang berada di bawah rubrik quintessence. Untuk quintessence, w-nya tak memiliki harga tetap, tapi ia harus kurang dari -1/3 agar gravitasi bersifat menolak.
Rintangan Awal
Alam
semesta mengembang dengan laju berubah-ubah tergantung pada bentuk
energi mana yang berkuasa. Materi menyebabkan pertumbuhan melambat,
sedangkan konstanta kosmologis membuatnya mencepat. Quintessence
berada di tengah-tengah: ia mendorong perluasan mencepat, tapi kurang
pesat. Akhirnya percepatan mungkin mati, mungkin pula tidak (garis putus-putus).Quintessence mengambil banyak bentuk. Model paling sederhana
mengusulkan medan quantum yang energinya berubah-ubah begitu lambat
sehingga sekilas terlihat seperti energi vakum konstan. Ide ini dipinjam
dari kosmologi inflasi, di mana medan kosmik yang dikenal sebagai
inflasi mendorong perluasan di alam semesta purba dengan mekanisme yang
sama. Perbedaan kuncinya adalah bahwa quintessence jauh lebih
lemah daripada inflasi. Hipotesis ini pertama kali digali sedekade lalu
oleh Christof Wetterich dari Universitas Heidelberg dan oleh Bharat
Ratra, kini di Kansas State University, dan P. James E. Peebles dari
Universitas Princeton.
Dalam teori quantum, proses-proses fisikal bisa dideskripsikan dari segi medan atau partikel. Tapi karena quintessence mempunyai densitas energi sedemikian rendah dan berubah-ubah begitu perlahan, partikel quintessence
akan luar biasa ringan dan besar—seukuran supergugus galaksi. Jadi
deskripsi medan lebih berguna. Secara konseptual, medan merupakan
distribusi energi berketerusan yang memberikan, kepada setiap titik di
ruang, harga numeris yang dikenal sebagai kekuatan medan. Energi yang
dibubuhkan oleh medan ini memiliki komponen kinetik, yang bergantung
pada variasi waktu kekuatan medan, dan komponen potensial, yang hanya
bergantung pada harga kekuatan medan. Begitu medan berubah, keseimbangan
energi kinetik dan potensial bergeser.
Untuk energi vakum, ingat bahwa tekanan negatif adalah hasil langsung
kekekalan energi, yang mendikte bahwa suatu perubahan pada densitas
energi berbanding dengan jumlah densitas energi (bilangan positif) dan
tekanan. Untuk energi vakum, perubahannya nol, sehingga tekanan pasti
negatif. Untuk quintessence, perubahannya cukup perlahan
sehingga tekanan pasti masih negatif, meski agak kurang. Kondisi ini
sama saja dengan memiliki lebih banyak energi potensial daripada energi
kinetik.
Karena tekanannya kurang negatif, quintessence tidak
mengakselerasi alam semesta sekuat energi vakum. Akhirnya, beginilah
para pengamat memilih antara keduanya. Bagaimanapun, quintessence
lebih konsisten dengan data yang tersedia, tapi untuk sementara
perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Perbedaan lain adalah
bahwa, tak seperti energi vakum, medan quintessence mungkin mengalami segala macam evolusi kompleks. Harga w
mungkin positif, lalu negatif, lalu positif lagi. Ia mungkin memiliki
harga berlainan di tempat berlainan. Walaupun ketidakseragaman ini
dianggap kecil, ini mungkin dapat dideteksi dengan mempelajari radiasi
gelombang mikro kosmik latar.
Perbedaan selanjutnya, quintessence bisa diperturbasi.
Gelombang-gelombang akan menjalar menerobosnya persis seperti gelombang
suara dapat menerobos udara. Istilahnya, quintessence
[bersifat] “lunak”. Konstanta kosmologis Einstein, sebaliknya,
kaku—tidak bisa dipermainkan. Semua bentuk energi yang dikenal adalah
lunak sampai taraf tertentu. Barangkali kekakuan merupakan idealisasi
yang tidak eksis dalam realita, sehingga konstanta kosmologis adalah
kemustahilan. Quintessence dengan w hampir -1 mungkin merupakan penaksiran masuk akal yang paling dekat. Quintessence di Bran
Mengatakan bahwa quintessence adalah medan merupakan langkah
pertama dalam menjelaskannya. Dari mana medan seaneh itu berasal?
Fisikawan partikel punya penjelasan atas fenomena-fenomena mulai dari
struktur atom hingga sumber massa, tapi quintessence seperti
anak yatim. Teori-teori fisika partikel modern memasukkan banyak jenis
medan yang memang memiliki perilaku yang disyaratkan, tapi tidak cukup
banyak yang diketahui tentang energi kinetik dan potensialnya untuk
mengatakan mana yang, jika ada, bisa menghasilkan tekanan negatif hari
ini.
Kemungkinan eksotisnya adalah bahwa quintessence muncul dari
fisika dimensi tambahan. Selama beberapa dekade belakangan, para teoris
telah menggali teori string, yang mungkin dapat mengkombinasikan
relativitas umum dan mekanika quantum dalam teori gaya-gaya fundamental
terpadu. Fitur penting model-model string adalah bahwa mereka
memprediksi 10 dimensi. Empat di antaranya adalah tiga dimensi ruang
kita yang familiar, plus [satu dimensi] waktu. Enam sisanya pasti
tersembunyi. Dalam beberapa rumusan, dimensi-dimensi itu tergulung
seperti bola yang jari-jarinya terlampau kecil untuk dideteksi
(setidaknya dengan instrumen sekarang). Sebuah ide alternatif ditemukan
dalam ekstensi mutakhir teori string, dikenal sebagai teori-M, yang
menambah dimensi ke-11: materi biasa terkurung di dua permukaan
tiga-dimensi, dikenal sebagai bran (singkatan dari membran), yang
dipisahkan oleh gap/renggang mikroskopis di sepanjang dimensi ke-11
[lihat “Dimensi-dimensi Alam Semesta yang Tak Terlihat”, hal. 66-].
Kita tak mampu melihat dimensi-dimensi tambahan itu, tapi jika mereka
eksis, kita semestinya sanggup merasakannya secara tak langsung.
Nyatanya, kehadiran dimensi tergulung atau bran dekat akan beraksi
persis seperti medan. Harga numeris yang diberikan medan kepada setiap
titik di ruang ekuivalen dengan jari-jari atau jarak gap. Jika jari-jari
atau gap berubah perlahan selagi alam semesta mengembang, itu persis
menyerupai medan quintessence hipotetis.
Apapun sumber quintessence, dinamismenya bisa memecahkan persoalan penyetelan halus (fine-tuning)
yang menjengkelkan. Satu cara untuk menghadapi isu ini adalah dengan
bertanya mengapa akselerasi kosmik dimulai pada momen tertentu dalam
sejarah kosmik. Tercipta ketika alam semesta berumur 10-35 detik, dark energy harus tetap ada dalam bayangan selama hampir 10 miliar tahun—sebuah umur dengan faktor [sebesar] lebih dari 1050.
Pada saat itu saja, data menunjukkan, ia menyusul materi dan
menyebabkan alam semesta mulai berakselerasi. Bukankah suatu kebetulan,
persis ketika makhluk berpikir berevolusi, alam semesta mendadak
bertambah kecepatan? Nasib materi dan dark energy terasa berjalin. Tapi bagaimana?
Percaya Setelah Melihat
Data supernova mungkin merupakan suatu cara untuk memilih antara quintessence dan konstanta kosmologis. Konstanta kosmologis membuat alam semesta berakselerasi lebih cepat, sehingga supernova ber-redshift tertentu akan lebih jauh dan karenanya lebih redup. Teleskop-teleskop yang ada (data berwarna abu-abu)
tidak dapat membedakan keduanya, tapi proposal Supernova Acceleration
Probe semestinya mampu. Magnitudo supernova yang diprediksikan oleh
empat model diperlihatkan dalam warna berlainan.
Jika dark energy adalah energi vakum, kebetulan ini hampir
mustahil untuk diterangkan. Beberapa periset, termasuk Martin Rees dari
Universitas Cambridge dan Steven Weinberg dari Universitas Texas di
Austin, telah mengejar penjelasan antropik. Barangkali alam semesta kita
hanyalah salah satu dari banyak alam semesta, yang di masing-masingnya
energi vakum memikul harga berbeda. Alam semesta berenergi vakum jauh di
atas 4 eV/m3 mungkin lebih lumrah, tapi mereka mengembang
terlalu pesat untuk terbentuknya bintang, planet, atau kehidupan. Alam
semesta berenergi vakum jauh lebih kecil amatlah langka. Alam semesta
kita memiliki harga optimal. Hanya di “dunia terbaik” inilah bisa eksis
makhluk berakal yang mampu merenungkan sifat alam semesta. Tapi
fisikawan tak sepakat apakah argumen antropik merupakan penjelasan yang
bisa diterima [lihat “Menjelajahi Alam Semesta Kita dan Alam Semesta
Lainnya”, tulisan Martin Rees].
Jawaban lebih memuaskan, yang melibatkan sebentuk quintessence yang dikenal sebagai medan tracker,
dipelajari oleh Ratra dan Peebles dan oleh Steinhardt dan Ivaylo Zlatev
dan Limin Wang, kala itu di Universitas Pennsylvania. Persamaan yang
mendeskripsikan medan-medan tracker memiliki perilaku menarik
klasik seperti yang dijumpai pada beberapa sistem chaotik. Pada
sistem-sistem demikian, gerakan bertemu di akhir yang sama, meski
kisaran kondisi awal (initial condition)-nya luas. Sebuah
kelereng yang dimasukkan ke dalam bak kosong, misalnya, akhirnya jatuh
ke dalam saluran kuras di manapun titik tolaknya berada.
Demikian halnya, densitas energi awal medan tracker tidak
harus disetel ke harga tertentu, sebab medan cepat menyesuaikan diri
dengan harga tersebut. Ia terkunci ke dalam sebuah trek; pada trek itu
densitas energinya tetap merupakan pecahan densitas radiasi dan materi
yang nyaris konstan. Dalam pengertian ini, quintessence meniru
materi dan radiasi, meskipun komposisinya sama sekali berbeda. Peniruan
terjadi karena densitas radiasi dan materi menentukan laju perluasan
kosmik, yang, pada gilirannya, mengendalikan laju perubahan densitas quintessence.
Saat dicermati lebih seksama, kita menemukan bahwa pecahan tersebut
lambat-laun tumbuh. Baru setelah berjuta-juta atau bermiliar-miliar
tahunlah quintessence mengejar.
Lantas apa sebabnya quintessence mengejar? Akselerasi kosmik
bisa bermula sama mudahnya di masa lampau ataupun di masa depan,
tergantung pada pilihan konstanta dalam teori medan tracker.
Ini membawa kita kembali ke kebetulan. Tapi barangkali suatu peristiwa
di masa yang tak terlalu lampau memicu akselerasi. Steinhardt, bersama
Christian Armendáriz Picon, kini di Universitas Chicago, dan Viatcheslav
Mukhanov dari Universitas Ludwig Maximilians di Munich, telah
mengajukan satu peristiwa demikian: transisi dari dominasi radiasi ke
dominasi materi.
Menurut teori big bang, dahulu energi alam semesta terdapat
utamanya pada radiasi. Namun, begitu alam semesta mendingin, radiasi
kehilangan energi lebih cepat daripada materi. Pada saat alam semesta
berumur beberapa puluh ribu tahun—relatif beberapa waktu lalu dalam
istilah logaritma—keseimbangan energi bergeser dan menjadikan materi
dominan. Perubahan ini menandai awal masa berdominasi materi yang kita
warisi. Hanya saat itulah gravitasi dapat mulai menarik menyatukan
materi untuk membentuk galaksi dan struktur-struktur skala besar. Pada
waktu yang sama, laju perluasan alam semesta mengalami perubahan.
Dalam sebuah variasi terhadap model-model tracker,
transformasi ini memicu serangkaian peristiwa yang membawa pada
akselerasi kosmik hari ini. Sepanjang sebagian besar sejarah alam
semesta, quintessence menjejaki energi radiasi, tetap sebagai
komponen kosmos yang tak signifikan. Tapi ketika alam semesta jadi
didominasi materi, perubahan laju perluasan menyentak quintessence dari perilaku peniruannya. Bukannya menjejaki radiasi atau bahkan materi, tekanan quintessence
berubah ke harga negatif. Densitasnya nyaris tetap dan akhirnya
menyusul densitas materi yang berkurang tadi. Dalam gambaran ini, fakta
bahwa makhluk berpikir dan akselerasi kosmik mewujud pada waktu yang
hampir bersamaan bukanlah sebuah kebetulan. Pembentukan bintang dan
planet yang dibutuhkan untuk menopang kehidupan maupun transformasi quintessence menjadi komponen bertekanan negatif dipicu oleh bermulanya dominasi materi. Menatap Masa Depan
Dalam jangka pendek ke depan, fokus kosmolog adalah mendeteksi eksistensi quintessence. Ia memiliki konsekuensi yang bisa diamati. Karena harga w-nya
berbeda dari energi vakum, ia menghasilkan laju akselerasi kosmik yang
berbeda. Pengukuran lebih presisi terhadap supernova-supernova di jarak
lebih jauh mungkin dapat memisahkan kedua perkara. Astronom telah
mengajukan dua observatorium—Supernova Accelerating Proba yang sedang
mengorbit dan Large-Aperture Synoptic Survey Telescope yang berbasis di
Bumi—untuk memecahkan isu ini. Selisih laju akselerasi juga menghasilkan
selisih kecil pada ukuran angular titik-titik panas dan dingin pada
radiasi gelombang mikro kosmik latar, sebagaimana dapat dideteksi,
mestinya, oleh Microwave Anisotropy Probe (MAP) dan kapal antariksa
Planck.
Pengujian lain mengukur bagaimana jumlah galaksi berubah-ubah seiring peningkatan redshift,
untuk menyimpulkan bagaimana laju perluasan alam semesta berubah
seiring waktu. Proyek darat yang dikenal sebagai Deep Extragalactic
Evolutionary Probe akan mencari efek ini.
Dalam jangka panjang, kita semua akan merenungkan implikasi mendalam
penemuan-penemuan revolusioner ini. Semua penemuan ini membawa pada
penafsiran baru yang menenangkan akan kedudukan kita dalam sejarah
kosmik. Di permulaan (atau setidaknya di masa terawal yang tentangnya
kita tak punya petunjuk), ada inflasi, sebuah periode panjang akselerasi
perluasan selama jenak-jenak awal setelah big bang. Ruang, saat itu, nyaris tanpa materi, dan medan quantum bertekanan negatif mirip quintessence
berkuasa. Selama periode itu, alam semesta mengembang dengan faktor
yang lebih besar daripada selama 15 miliar tahun sejak inflasi berakhir.
Di akhir inflasi, medan tersebut membusuk menjadi gas panas berisi
quark, gluon, elektron, cahaya, dan dark energy.
Selama ribuan tahun, ruang begitu pekat dengan radiasi sampai-sampai
atom, apalagi struktur-struktur besar, tidak bisa terbentuk. Lalu materi
mengambil kendali. Tahap berikutnya—masa kita—adalah pendinginan
stabil, kondensasi, dan evolusi struktur ruwet yang ukurannya terus
meningkat. Tapi periode ini sedang menuju akhir. Akselerasi kosmik telah
kembali. Alam semesta yang kita kenal, dengan bintang, galaksi, dan
gugus galaksinya, rupanya adalah selingan singkat. Sementara akselerasi
berkuasa selama puluhan miliar tahun ke depan, materi dan energi di alam
semesta akan semakin tipis dan ruang akan meregang terlalu pesat untuk
memperkenankan terbentuknya struktur-struktur baru. Makhluk hidup akan
mendapati kosmos kian tak bersahabat [lihat “Nasib Kehidupan di Alam
Semesta”, Lawrence M. Krauss dan Glenn D. Starkman]. Jika akselerasi
disebabkan oleh energi vakum, maka kisah kosmik sudah lengkap: planet,
bintang, dan galaksi yang kita saksikan hari ini merupakan puncak
evolusi kosmik.
Tapi jika akselerasi disebabkan oleh quintessence, akhir [cerita] masih harus ditulis. Alam semesta mungkin berakselerasi selama-lamanya, atau quintessence bisa membusuk menjadi bentuk-bentuk materi dan radiasi baru, mengisi kembali alam semesta. Karena densitas dark energy
begitu kecil, kita bisa menduga bahwa material yang didapat dari
pembusukannya akan memiliki energi terlalu kecil untuk berbuat sesuatu
yang signifikan. Namun di bawah kondisi tertentu, quintessence
bisa membusuk melalui nukleasi gelembung. Interior gelembung akan hampa,
tapi dinding gelembung akan menjadi lokasi aktivitas hebat. Begitu
dinding bergerak [membesar] ke luar, itu akan menyapu semua energi yang
didapat dari pembusukan quintessence. Adakalanya, dua gelembung
akan bertubrukan dalam pertunjukan kembang api fantastis. Dalam proses
tersebut, partikel-partikel masif semisal proton dan neutron mungkin
timbul—bahkan juga barangkali bintang dan planet.
Bagi penghuni di masa depan, alam semesta akan tampak amat tak
homogen, kehidupan terkurung di planet-planet jauh yang dikelilingi oleh
kehampaan luas. Akankah mereka membayangkan bahwa asal-usul mereka
adalah alam semesta homogen dan isotropik yang kita saksikan di
sekeliling kita hari ini? Akankah mereka tahu bahwa alam semesta pernah
hidup lalu mati, hanya untuk diberi kesempatan kedua?
Atau barangkali revisi sejarah kosmik yang lebih radikal akan muncul.
Terinspirasi oleh observasi mutakhir terhadap akselerasi kosmik,
Steinhardt dan Neil Turok dari Universitas Cambridge mengajukan model
“alam semesta siklis” di mana quintessence merupakan tahap
tengah dan inflasi dihilangkan sama sekali. Dalam gambaran ini, ruang
dan waktu eksis selamanya. Alam semesta menjalani rentetan siklus tanpa
akhir di mana ia menyusut dalam big crunch lalu muncul kembali dalam big bang
yang mengembang, dengan evolusi selama triliunan tahun di antara [kedua
peristiwa tersebut]. Selama 15 miliar tahun pertama setiap siklus, alam
semesta didominasi oleh radiasi dan materi, dan begitu alam semesta
mendingin, galaksi dan bintang terbentuk. Kalau begitu, persis seperti
yang kita saksikan hari ini, quintessence menginisiasi periode
panjang akselerasi perluasan yang mengosongkan alam semesta [berisi]
materi dan entropi yang tercipta dalam siklus sebelumnya. Quintessence
memainkan peran esensial dalam menjadikan alam semesta homogen dan pada
waktu bersamaan memflatkan geometri ruang—dua di antara fungsi-fungsi
yang biasanya diatributkan pada inflasi.
Di samping itu, fluktuasi-fluktuasi di medan quintessence akhirnya membentuk benih-benih untuk pembentukan galaksi setelah big bang, fungsi ketiga yang dimainkan oleh inflasi. Begitu medan quintessence
berevolusi, densitas dan tekanannya berubah sampai medan berhenti
mendorong akselerasi dan justru menginisiasi periode penyusutan. Pada
saat pemamahan (crunch) ini, sebagian energi medan quintessence dikonversi menjadi materi dan radiasi yang membakar dentuman (bang)
dan periode baru perluasan, pendinginan, dan pembentukan struktur.
Perlu dicatat, temperatur dan densitas naik ke harga yang tinggi tapi
terhingga. Jadi model ini juga dapat menghindari
ketakterhinggaan-ketakterhinggaan dalam pandangan big bang konvensional. Alam semesta panas dan homogen terbentuk dan terbentuk ulang secara abadi.
Skenario siklis memiliki penafsiran alami dari segi gambaran
superstring tentang bran dan dimensi tambahan. Siklus-siklus dapat
dideskripsikan sebagai rentetan tubrukan periodik tak terhingga
antarbran. Setiap tubrukan menghasilkan bang di mana materi dan
radiasi baru tercipta. Radiasi dan materi [baru] tersebut menyebabkan
bran meregang—periode lazim perluasan kosmik. Tapi terdapat pula gaya di
antara kedua bran yang menyumbang energi potensial positif kepada alam
semesta ketika bran-bran terpisah jauh. Dalam skenario ini, quintessence
merupakan energi potensial tersebut. Setelah 15 miliar tahun perluasan,
energi potensial antarbran mendominasi alam semesta dan periode
akselerasi kosmik dimulai. Bran-bran cukup meregang sehingga menipiskan
densitas materi dan radiasi dan memflatkan kelengkungan atau kerutan
pada permukaan bran.
Bran-bran bersatu perlahan-lahan, tapi selagi mereka saling mendekat,
energi potensial akhirnya menurun dari harga positif ke harga negatif.
Medan quintessence kini menyebabkan peregangan berhenti dan
menyebabkan bran-bran mencepat menuju tubrukan. Tubrukan dan lambungan
dapat disamakan dengan pembalikan dari penyusutan menuju perluasan. Tapi
hanya komponen dimensi-dimensi tambahan yang kolaps dan muncul kembali.
Komponen tiga dimensi biasa tetap tak terhingga. Oleh sebab itu,
densitas materi di bran-bran tetap kecil dan tipis, bahkan saat
peristiwa crunch. Ketika kedua bran melambung terpisah, energi potensial terkembalikan ke harga awalnya dan quintessence tercipta kembali dalam persiapan untuk siklus berikutnya.
Eksperimen-eksperimen mungkin segera memberitahu kita mana yang
menjadi masa depan kita. Kita percaya bahwa perbaikan akurasi uji
kosmologis klasik, plus instrumen-instrumen pensurveyan yang dirancang
khusus serta beberapa uji baru (barangkali memanfaatkan pelensaan
gravitasi), akan memungkinkan hal ini. Akankah itu menjadi jalan buntu
energi vakum ataukah potensi quintessence yang belum dimanfaatkan? Ujung-ujungnya jawabannya tergantung pada apakah quintessence
memiliki tempat dalam kerja dasar alam—alam teori string, barangkali.
Kedudukan kita dalam sejarah kosmik bergantung pada hubungan saling
mempengaruhi antara sains [objek-objek] besar dan kecil. Penulis
Jeremiah P. Ostriker dan Paul J. Steinhardt, keduanya profesor di
Universitas Princeton, telah berkolaborasi selama tujuh tahun
belakangan. Prediksi perluasan mencepat yang mereka kemukakan pada 1995
mendahului penemuan-penemuan pertama supernova beberapa tahun kemudian.
Ostriker adalah salah satu ilmuwan pertama yang menyadari kelaziman dark matter
dan signifikansi gas panas antargalaksi. Pada 2000 dia memenangkan US
National Medal of Science. Steinhardt adalah salah satu inisiator teori
inflasi dan konsep quasikristal. Dia memperkenalkan kembali istilah “quintessence” setelah putera termudanya, Will, dan puterinya, Cindy, memilihnya di antara beberapa alternatif. Untuk Digali Lebih Jauh
Cosmological Imprint of an Energy Component with General Equation of State.
Robert R. Caldwell, Rahul Dave, dan Paul J. Steinhardt dalam Physical
Review Letters, Vol. 80, No. 8, hal. 1582-1585, 23 Februari 1998.
Tersedia di xxx.lanl.gov/abs/astro-ph/9708069.
Cosmic Concordance and Quintessence. Limin Wang, R. R.
Caldwell, J. P. Ostriker, dan Paul J. Steinhardt dalam Astrophysical
Journal, Vol. 530, No. 1, Part 1, hal. 17-35, 10 Februari 2000. Tersedia
di xxx.lanl.gov/abs/astro-ph/9901388.
Dynamical Solution to the Problem of a Small Cosmological Constant and Late-Time Cosmic Acceleration.
C. Armendáriz Picon, V. Mukhanov, dan Paul J. Steinhardt dalam Physical
Review Letters, Vol. 85, No. 21, hal. 4438-4441, 20 November 2000.
Tersedia di xxx.lanl.gov/abs/astro-ph/0004134.
Why Cosmologists Believe the Universe Is Accelerating. Michael S. Turner dalam Type Ia Supernovae: Theory and Cosmology. Disunting oleh Jens C. Niemeyer dan James W. Truran. Cambridge University Press, 2000. Tersedia di xxx.lanl.gov/abs/astro-ph/9904049.
A Cyclic Model of the Universe. Paul J. Steinhardt dan Neil Turok dalam Science, Vol. 296, No. 5572, hal. 1436-1439, 2002.
2 Komentar
sampai harus dibaca berulang ulang gan biar paham
BalasHapushttp://www.toyota.astra.co.id/corporate-information/news-promo/news/dimensi-besar-toyota-fortuner-2016-yang-siap-menaklukkan-segala-medan/#news
Hehe, semangat kaka bacanya ^^
HapusBerkomentarlah dengan sopan dan santun