Atlantis merupakan pulau legendaris yang pertama kali disebut Plasto dalam buku Timaeus dan Critias.
Pada buku Timaeus, Plato berkisah :
Di hadapan Selat Mainstay Haigelisi, ada sebuah pulau yang sangat besar, dari sana kalian dapat pergi ke pulau lainnya, di depan pulau-pulau itu adalah seluruhnya daratan yang dikelilingi laut samudera, itu adalah kerajaan Atlantis. Ketika itu Atlantis baru akan melancarkan perang besar dengan Athena, namun di luar dugaan, Atlantis tiba-tiba mengalami gempa bumi dan banjir, tidak sampai sehari semalam, tenggelam sama sekali di dasar laut, negara besar yang melampaui peradaban tinggi, lenyap dalam semalam. (Wikipedia)
Kisah Atlantis kurang diketahui pada Abad Pertengahan, namun, pada era
modern, cerita mengenai Atlantis ditemukan kembali. Deskripsi Plato
menginspirasikan karya-karya penulis zaman Renaissance, seperti "New
Atlantis" karya Francis Bacon. Atlantis juga memengaruhi literatur
modern, dari fiksi ilmiah hingga buku komik dan film. namanya telah
menjadi pameo untuk semua peradaban prasejarah yang maju (dan hilang).
Atlantis, Benua yang Hilang Akhirnya Ditemukan (Atlantis the Lost
Continents Finally Found), demikian judul buku karya Prof Arysio Nunes
dos Santos yang dirilis pada bulan Agustus 2005. Dalam buku ini ia
menjelaskan Teori tentang Atlantis dengan menggunakan argumen yang
sangat luas dan kuat, dari yang bersifat ilmiah ketat, seperti Geologi,
Linguistik, dan Antropologi, hingga yang lebih misterius dan gaib
(Okultisme, Simbolisme, Mitologi, dll.)
Dos Santos adalah seorang ilmuwan profesional dengan gelar PhD dalam
fisika nuklir dan dosen lepas Kimia-Fisik. Penulis ini telah
mendedikasikan dirinya dengan sangat intensif untuk mempelajari masalah
Atlantis paling tidak selama 30 tahun terakhir hingga kini. Dialah orang
pertama yang menghubungkan peristiwa bencana Zaman Es terakhir (11.600
tahun lalu) dengan bencana air bah yang melanda seluruh dunia serta
kehancuran Atlantis. Prof Santos berhasil menemukan situs yang sangat
memenuhi syarat sebagai lokasi Benua yang Hilang. Ini merupakan temuan
situs yang tak tertandingi sebagai situs yang paling logis yang pernah
diusulkan, dan yang paling cocok dengan semua fitur yang disebutkan oleh
filsuf Yunani Plato, dan juga yang telah disebutkan melalui
sumber-sumber yang lain.
Secara tegas dinyatakan oleh Prof Santos melalui bukunya tersebut bahwa,
lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11600 tahun yang lalu itu
adalah Indonesia.
Posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonis yang saling menekan,
yang menimbulkan sederetan gunung berapi mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa
Tenggara, dan terus ke Utara sampai ke Filipina yang merupakan bagian
dari jalur api ‘Ring of Fire’.
Gunung utama yang disebutkan oleh Santos, yang memegang peranan penting
dalam bencana ini adalah gunung Krakatau dan ‘sebuah gunung lain’
(kemungkinan gunung Toba). Sedangkan gunung lain yang disebut-sebut
dalam kaitannya dengan kisah-kisah mitologi adalah gunung Semeru, gunung
Agung, dan gunung Rinjani.
Bencana alam beruntun ini menurut Santos dimulai dengan ledakan dahsyat
gunung Krakatau, yang memusnahkan seluruh gunung itu sendiri, dan
membentuk sebuah kaldera besar yang sekarang menjadi selat Sunda yang
memisahkan antara pulau Sumatera dan Jawa.
Letusan ini menimbulkan tsunami dengan gelombang laut yang sangat
tinggi, yang kemudian menutupi dataran-dataran rendah di antara Sumatera
dengan Semenanjung Malaysia, di antara Jawa dan Kalimantan, dan antara
Sumatera dan Kalimantan.
Plato juga menyebutkan bahwa luas benua Atlantis yang hilang itu
“….lebih besar dari Lybia (Afrika Utara) dan Asia Kecil digabung jadi
satu…” Luas ini persis sama dengan luas kawasan Indonesia ditambah
dengan luas Laut China Selatan.
Menurut Profesor Santos, para ahli yang umumnya berasal dari Barat,
berkeyakinan teguh bahwa peradaban manusia berasal dari dunia mereka.
Tapi realitas menunjukkan bahwa Atlantis berada di bawah perairan
Indonesia dan bukan di tempat lain.
Santos telah menduga hal ini lebih dari 20 tahun yang lalu sewaktu dia
mencermati tradisi-tradisi suci dari Yunani, Roma, Mesir, Mesopotamia,
Phoenicia, Indian-Amerika, Hindu, Budha, dan Judeo-Christian. Walaupun
dikisahkan dalam bahasa mereka masing-masing, ternyata istilah-istilah
yang digunakan banyak yang merujuk ke hal atau kejadian yang sama.
Santos menyimpulkan bahwa penduduk Atlantis terdiri dari beberapa
suku/etnis, dimana 2 buah suku terbesar adalah Arya dan Dravida. Semua
suku bangsa ini sebelumya berasal dari Afrika 3 juta tahun yang lalu,
yang kemudian menyebar ke seluruh Eropa, Asia dan ke Timur sampai ke
Australia lebih kurang 1 juta tahun yang lalu. Di Indonesia mereka
menemukan kondisi alam yang ideal untuk berkembang, yang menumbuhkan
pengetahuan tentang pertanian serta peradaban secara menyeluruh. Ini
terjadi pada zaman Pleistocene.
Jadi menurut Prof Santos, hanya Indonesia-lah yang sekaya ini.
Ketika bencana yang diceritakan di atas terjadi, dimana air laut naik
setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa
keluar dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, serta
Amerika melalui selat Bering.
Suku Arya yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di
lembah Indus. Karena glatsier Himalaya juga mencair dan menimbulkan
banjir di lembah Indus, mereka akhirnya bermigrasi lebih lanjut ke
Mesir, Mesopotamia, Palestina, Afrika Utara, dan Asia Utara. Di
tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali
budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.
Catatan terbaik dari tenggelamnya benua Atlantis ini dicatat di India
melalui tradisi-tradisi suci di daerah seperti Lanka, Kumari Kandan,
Tripura, dan lain-lain. Mereka adalah pewaris dari budaya yang tenggelam
tersebut. Sedang suku Dravida yang berkulit lebih gelap tetap tinggal
di Indonesia .
Migrasi besar-besaran ini dapat menjelaskan timbulnya secara tiba-tiba
atau seketika teknologi maju seperti pertanian, pengolahan batu mulia,
metalurgi, agama, dan diatas semuanya adalah bahasa dan abjad di seluruh
dunia selama masa yang disebut Neolithic Revolution. Bahasa-bahasa di
seluruh dunia dapat ditelusur berasal dari Sanskerta dan Dravida.
Karenanya bahasa-bahasa di dunia sangat maju dipandang dari gramatika
dan semantik.
Contohnya adalah abjad. Semua abjad menunjukkan adanya “sidik jari” dari
India yang pada masa itu merupakan bagian yang integral dari Indonesia.
Dari Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian berkembang
menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Yunani, Minoan,
Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lain-lain.
Itulah ringkasan teori Profesor Santos yang ingin membuktikan bahwa
benua Atlantis yang hilang itu sebenarnya berada di Indonesia.
Bukti-bukti yang menguatkan Indonesia sebagai Atlantis, dibandingkan
dengan lokasi alternatif lainnya disimpulkan Profesor Santos dalam suatu
matriks yang disebutnya sebagai ‘Checklist’ (Silakan lihat di sini:
http://atlan.org/articles/checklist/#checklist).
Terlepas dari benar atau tidaknya teori ini, atau dapat dibuktikannya
atau tidak kelak keberadaan Atlantis di bawah laut Indonesia, teori
Profesor Santos ini hingga sekarang ternyata mampu menarik perhatian
orang-orang luar ke Indonesia.
Teori ini juga disusun dengan argumentasi atau hujjah yang cukup jelas
dan kuat. Kalau ada yang beranggapan bahwa kualitas bangsa Indonesia
sekarang sama sekali “tidak meyakinkan” untuk dapat dikatakan sebagai
nenek moyang dari bangsa-bangsa maju yang diturunkannya itu, maka ini
adalah suatu proses maju atau mundurnya peradaban yang memakan waktu
lebih dari sepuluh ribu tahun.
Contoh kecilnya, adalah perbandingan tentang orang Malaysia dan
Indonesia; dimana 30-an tahun yang lalu mereka masih belajar dari kita,
tapi sekarang mereka relatif sudah berada beberapa langkah di depan
kita.
Allah SWT juga berfirman bahwa nasib manusia ini memang Dia pergilirkan.
Yang hidup mulia (berkuasa) pada suatu saat akan menjadi hina
(tertindas), dan sebaliknya. “… dan Kami mempergilirkan sejarah yang
berlaku di antara manusia ….” (Surat Ali ‘Imran: 140) “Maka setelah
datang keputusan Kami, Kami jadikan yang di atas menjadi yang di bawah
….” (Surat Hud: 82). Inilah “Cakra Manggilingan”, atau Roda Kehidupan
yang senantiasa berputar.
Profesor Santos masih akan terus melakukan penelitian lapangan lebih
lanjut guna lebih banyak lagi mendapatkan bukti atas teorinya. Kemajuan
teknologi masa kini seperti satelit yang mampu memetakan dasar lautan,
kapal selam mini untuk penelitian (sebagaimana yang digunakan untuk
menemukan kapal ‘Titanic’), dan beragam peralatan canggih lainnya
diharapkannya akan membantu mencari bukti-bukti pendukung yang kini
diduga masih tersembunyi di dasar laut Indonesia.
Apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan bangsa Indonesia? Bagaimana
pula para pakar dan ilmuwan Indonesia dari pelbagai disiplin ilmu
menanggapi teori yang sebenarnya “mengangkat” Indonesia ke posisi yang
sangat terhormat ini? Yakni Indonesia sebagai asal usul peradaban
bangsa-bangsa seluruh dunia?
Artikel terkait
0 Komentar
Berkomentarlah dengan sopan dan santun